Ulama adalah adalah pemimpin umat islam yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

Pengertian ulama secara harfiyah adalah “orang-orang yang memiliki ilmu”, tidak dibatasi apakah ilmu umum atau agama. Jadi ilmuwan, peneliti, dosen, dsb adalah ulama. Akan tetapi kata ulama ini mengalami pergeseran makna ketika diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang maknanya adalah orang yang ahli dalam ilmu agama Islam.

Dalam pengertian harfiah ini, ulama adalah: [1]

  • Orang yang menguasai ilmu agama Islam
  • Orang yang memahami syariat Islam secara menyeluruh (kaaffah) sebagaimana terangkum dalam Al-Quran dan Al-Hadits
  • Orang yang menjadi teladan umat Islam dalam memahami serta mengamalkannya.

Dikatakan pula bahwa Ulama adalah pewaris para nabi. Yang dengan demikian, ia melanjutkan tugas tugas-tugas kenabian dan kerasulan.

"Ulama adalah pewaris para nabi." (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu),

Artikel ini ditujukan untuk menelusuri nash-nash mengenai hal itu yang dengan demikian menjadi jelas apa saja yang seharusnya dilakukan oleh para ulama.

Tugas-tugas para nabi dan rasul dapat disimpulkan dari dua ayat berikut:

Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (QS. Al-Ahzaab 33:45)

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah 2:151)

Yakni: menjadi saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, membacakan ayat Tuhan, mensucikan jiwa, mengajarkan Al-Kitab, mengajarkan Al-Hikmah, dan mengajarkan ilmu Tuhan. 

Terdapat beberapa ayat lain yang menjelaskan tugas nabi/rasul. Selengkapnya, tugas nabi/rasul (yang dengan demikian adalah menjadi tugas para ulama) adalah sebagai berikut:

1. MENYEMPURNAKAN AKHLAK DAN MENJADI SURI TAULADAN UMAT

Tugas Nabi Muhammad adalah menyempurnakan akhlak umat islam:

Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak. (HR. Ahmad)

Dalam pada itu, Allah menganugerahinya budi pekerti yang agung:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam 68:4)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan) yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzaab 33:21)

2. MENJADI SAKSI UMAT

Salah satu tugas ulama adalah menjadi saksi yang netral dan adil dalam perselisihan yang terjadi di umat islam, baik di dunia ini, maupun kelak pada hari penghakiman. Untuk menjadi saksi yang netral dan adil, dibutuhkan kemampuan-kemampuan berikut:

  • Menepis sikap apriori terhadap berbagai pihak yang beseberangan. Sikap apriori adalah sikap untuk terburu-buru mengambil sebuah kesimpulan tanpa adanya data atau informasi yang memadai untuk itu. Atau mengambil kesimpulan bukan berdasarkan data, tetapi berdasarkan perilaku.
  • Mengendalikan emosi. Keputusan seseorang yang mudah emosi sudah barang tentu berbeda dengan keputusan seseorang yang sabar.

3. MEMBAWA PESAN TUHAN

Tugas ulama adalah membawa pesan-pesan Tuhan untuk disampaikan kepada yang layak menerimanya. Pesan itu bisa berupa kabar gembira maupun peringatan. Pesan Tuhan biasanya disampaikan langsung ke dalam hati para ulama, melalui mimpi, atau disampaikan oleh malaikat-Nya.

Dengan demikian, salah satu kualitas yang hendaknya dimiliki oleh seorang ulama adalah kemampuan untuk menangkap petunjuk Allah:

Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghaabun 64:11)

Kewajiban nabi hanyalah menyampaikan amanah Tuhan:

Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.  (QS. An-Nahl 16:82)

4. MEMBACAKAN AYAT-AYAT TUHAN

Ayat Tuhan dalam bahasa Inggris disebut dengan “Sign of God” (pertanda dari Tuhan). Ulama adalah orang-orang yang diberi kemudahan dalam membaca “pertanda-Nya”, baik yang berupa ayat qur’aniyah (yang tertulis di dalam Al-Qur’an) maupun ayat kauniyah (tanda-tanda di alam semesta). Dan salah satu keulamaan adalah sebagaimana digambarkan pada ayat berikut:

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.  (QS. Maryam 19:58)

Sementara itu, kewajiban umat ketika dibacakan ayat-ayat Tuhan adalah sebagai berikut:

Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A’raaf 7:204)

Untuk dapat membaca ayat-ayat kauniyah, diperlukan kualifikasi Ulul Al-Baab. [2] Dengan demikian, seorang ulama haruslah seorang Ulul Al-Baab.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat ayat-ayat (tanda-tanda) bagi Ulul Al-Baab (orang-orang yang berakal).  (QS. Ali ‘Imraan 3:190)

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat ayat-ayat Allah (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Ar-Ra’d 13:3)

Pada dasarnya segala peristiwa yang terjadi di muka bumi adalah ayat-Nya. Sebagai contoh, peristiwa jaman Nabi Nuh yang diabadikan di dalam Al-Qur’an berikut:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu ayat (pelajaran) bagi semua umat manusia. (QS. Al-Ankabuut 29:14-15)

Tugas ulama adalah membacakan ayat Tuhan yang sesuai dengan konteks (situasi dan kondisi) dan memberikan penjelasan mengenai hikmah yang dikandungnya.

5. MENSUCIKAN JIWA

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams 91:9-10)

Salah satu tugas ulama adalah mensucikan jiwa atau membersihkan jiwa umat islam. Untuk dapat melakukan hal ini, maka seorang ulama harus memahami berbagai aspek jiwa, kondisi jiwa masing-masing orang yang berada dalam bimbingannya, memberikan perlakuan yang benar atas kondisi jiwa tertentu agar jiwa dapat tumbuh dan berkembang.

6. MENGAJARKAN AL-KITAB

Salah satu tugas ulama adalah mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an). Sudah barang tentu, sebagai pengajar Al-Kitab (Al-Qur’an), mereka hendaknya memahami apa yang dimaksud dengan Al-Kitab (Al-Qur’an), fungsinya, dan berbagai pernak-perniknya.

a. Al-Qur’an adalah cahaya, yang berfungsi sebagai petunjuk kepada jalan yang lurus.

Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab dan tidak pula mengetahui apakah Al-Iman, tetapi Kami menjadikan Al-Kitab (Al-Qur’an) itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Asy-Syuura 42:52)

b. Al-Qur’an yang asli berada di Lauh Mahfudz. Sementara salinannya, yang direpresentasikan ke dalam bahasa arab dan dituliskan ke dalam tumpukan kertas, disebut sebagai Mushaf Al-Qur’an.

Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah. (QS. Az-Zukhruf 43:3-4)

Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yuusuf 12:1-2)

c. Al-Qur’an hanya bisa dipahami oleh golongan Al-Muthahharun

Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali Al-Muthahharun (orang-orang yang disucikan). (QS. Al-Waaqi’ah 56:77-79)

d. Al-Qur’an adalah bacaan yang dapat mengguncangkan gunung, membelah bumi, dan menghidupkan yang mati.

Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al-Qur’an itulah dia) (QS. Ar-Ra’d 13:31)

e. Fungsi Al-Qur’an adalah membenarkan Kitab-kitab terdahulu dan batu ujian.

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (QS. An-Nisaa’ 4:136)

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.  (QS. Al-Maa-idah 5:48)

f. Dalam Al-Qur’an terdapat rahmat Allah dan Adz-Dzikra (pelajaran)

Sesungguhnya dalam (Al-Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan Adz-Dzikra (pelajaran) bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ankabuut 29:51)

g. Dalam Al-Qur’an terdapat Penjelasan

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. An-Nahl 16:64)

(Al-Qur’an) ini adalah Balaghah (penjelasan yang sempurna) bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibraahiim 14:52)

h. Ayat-ayat Al-Qur’an terbagi menjadi dua, yakni ayat muhkamaat (terang dan tegas maksudnya) dan ayat mutasyaabihaat (multitafsir)

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.  Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulul Al-Baab (orang-orang yang berakal). (QS. Ali ‘Imraan 3:7)

Ayat muhkamaat ialah ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah. Ayat mutasyaabihaat adalah ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam. Untuk bisa memahami kandungan ayat-ayat itu, diperlukan kualifikasi Ulul Al-Baab. [2] Dengan demikian, seorang ulama haruslah seorang Ulul Al-Baab.

7. MENGAJARKAN AL-HIKMAH

Makna harfiah hikmah adalah “kebijaksanaan”. Hikmah adalah kemampuan untuk bersikap bijak karena adanya petunjuk Tuhan. Untuk dapat mengajarkan Al-Hikmah, seorang ulama sudah semestinya adalah orang yang dianugerahi hikmah oleh Tuhan:

Allah menganugerahkan Al-Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulul Al-Baab (orang-orang yang berakal). (QS. Al-Baqarah 2:269)

Anugerah itu hanya diberikan-Nya kepada mereka yang berkualifikasi Ulul Al-Baab. [2] dan mereka itu adalah orang yang mampu menangkap petunjuk Tuhan melalui hati mereka:

Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghaabun 64:11)

8. MENGAJARKAN PENGETAHUAN TUHAN

Tugas ulama yang lain adalah mengajarkan kepada umat islam berbagai ilmu yang didapatkan dari Tuhan. Hal ini bisa meliputi ilmu agama maupun ilmu lainnya.

Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Yuusuf 12:68)

9. MENEGAKKAN Al-MIZAN

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Al-Mizan (neraca keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS. Al-Hadiid 57:25)

10. BERDAKWAH

Dakwah berasal dari bahasa arab yaitu: da’a, yad’uu, dakwatan. Yang artinya mengajak, memanggil, menyeru. Ada sebuah hadits yang sering dipakai sebagai dalil, bahwa semua muslim berkewajiban menyampaikan dakwah, yakni “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari). Hal ini kurang tepat, karena tugas dakwah memprasaratkan hikmah:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan Al-Hikmah dan Mauidhah Hasanan (pelajaran yang baik) dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl 16:125)

Dan mereka yang diberi anugerah hikmah, hanyalah mereka yang telah mencapai kualifikasi Ulul Al-Baab. [2]

Dakwah adalah seruan agar manusia beriman dan bertakqa kepada Tuhan, menjauhi Thaghut, dan seruan kepada sesuatu yang memberi kehidupan:

Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. (QS. Al-Hadiid 57:8)

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An-Nahl 16:36)

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. (QS. Al-Anfaal 8:24)

Kewajiban ulama hanyalah berdakwah atau menyeru; mereka tidak berkuasa memberi petunjuk (hidayah), dam karenanya mereka tidak berkewajiban untuk menambah jumlah umat.

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Baqarah 2:272)

Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. (QS. Al-Baqarah 2:142)

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashash 28:56)

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (QS. Al-An’aam 6:125)

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (QS. An-Nahl 16:93)

Amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban umat islam:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali ‘Imraan 3:110)

Akan tetapi, kewajiban dakwah ada pada ulama. Perbedaan diantar kedua hal itu nampak pada penjelasan berikut: amar ma’ruf nahi munkar adalah perbuatan insidental, sementara dakwah adalah profesi.

PANTANGAN ULAMA

Sebagai penerus kenabian/kerasulan, maka ulama dilarang meminta upah atas pekerjaan yang ia lakukan:

Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).” Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. (QS. Al-An’aam 6:90)

Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya. (QS. Al-Furqaan 25:57)

Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)”. (QS. Yuunus 10:72)

Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da’wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. (QS. Shaad 38:86)

Ubay  bin  Ka’ab a berkata,  “Saya  pernah  mengajarkan Al-Qur’an  kepada  seseorang  lalu  dia  menghadiahkan sebuah  busur  kepadaku.  Kemudian  aku  pun  menceritakan peristiwa hal tersebut kepada Nabi SAW. Maka beliau bersabda, ‘Jika  kamu  mengambilnya  maka  kamu  telah  mengambil busur dari api nereka’.” Ubay  melanjutkan,  “Lalu  saya  pun mengembalikannya.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)


PENUTUP

Tugas dan kualifikasi ulama yang dituliskan di halaman ini hanyalah apa yang bisa dideskripsikan dengan nalar berdasarkan dalil-dalil yang ada. Pada dasarnya tugas kenabian, kerasulan, dan keulamaan hanya Allah-lah kiranya yang mengetahui:

Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (QS. Al-An’aam 6:124)

Allah sendirilah yang memiliki hak prerogatif dalam memilih para utusan-Nya, yakni para rasul, nabi, dan para ulama penerus kenabian/kerasulan:

Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al-An’aam 6:87)

CATATAN KAKI:
[1] Wikipedia:Ulama.
[2] Ulul Al-Baab menurut terjemah Al-Qur’an versi Depag adalah “orang-orang yang berakal”. Secara harfiah, ulul al-baab artinya ahli pintu, yakni pintu hati.